Sabtu, 04 April 2015

SAATNYA BIROKRAT MENJAWAB



Birokrasi kampus dengan kultur yang dibangunnya, cenderung tidak dapat menjalankan fungsi utamanya sebagai pelayan mahasiswa.  Oleh karena itu, wajah birokrasi kampus dari dulu hingga kini boleh dikatakan belum menunjukkan perubahan yang cukup berarti. Birokrasi tetap diliputi berbagai praktik penyimpangan dan ketidakefisienan. Birokrasi kita sekarang ini dalam banyak hal masih menunjukkan ”watak buruknya” seperti enggan terhadap perubahan (status quo), eksklusif, rigit dan terlalu dominan, sehingga hampir seluruh urusan mahasiswa yang meliputi pelayanan akademik, keperpustakaan, kebirokratan, kemahasiswaan dan pelayanan administrasi membutuhkan sentuhan-sentuhan birokrasi, yang secara umum kemudian dipersepsikan memiliki konsekuensi inefektifitas dan inefisiensi. Turut menyempurnakan buruknya kinerja birokrasi adalah rendahnya penguasaan kompetensi birokrat yang disinyalir disebabkan oleh renggangnya kualitas filter rekrutmen dan rendahnya kualitas pembinaan kepegawaian serta dominannya kepentingan dalam kinerja birokrasi.
Dalam bidang pelayanan terhadap mahasiswa di limgkungan kampus, upaya-upaya telah dilakukan dengan menetapkan standar pelayanan, dengan harapan  pelayanan yang cepat, tepat, dan transparan dapat terwujud. Namun  upaya tersebut belum banyak dinikmati mahasiswa. Hal tersebut terkait dengan pelaksanaan sistem dan prosedur pelayanan  yang kurang efektif, berbelit-belit, lamban, tidak merespon kepentingan mahasiswa, dan lain-lain adalah sederetan atribut negatif yang ditimpakan kepada birokrasi. Indikasi tersebut merupakan cerminan bahwa  kondisi birokrasi dewasa ini dalam  memberikan pelayanan kepada mahasiswa masih belum  sesuai dengan harapan dan keinginan.
Ketidakpuasan terhadap kinerja pelayanan dunia kampus dapat dilihat dari keengganan mahasiswa berhubungan dengan birokrasi kampus atau dengan kata lain adanya kesan untuk sejauh mungkin menghindari birokrasi kampus. Fenomena kurang responsif, kurang informatif, kurang accessible, kurang koordinasi, kurang mau mendengar keluhan/saran/aspirasi mahasiswa, inefisiensi dan birokratis, merupakan kondisi pelayanan yang dirasakan oleh mahasiswa selama ini. Fenomena pelayanan tersebut disebabkan antara lain oleh masih banyaknya fungsi dan peran yang tumpang tindih, pihak kampus yang dirasakan masih sentralistik, kurangnya infrastruktur e-Government, masih menguatnya budaya dilayani bukan melayani, dan  prosedur pelayanan.
Kita sering kali berhadapan dengan pelayanan kampus dimana kebutuhan kita harusnya dilayani dengan baik, namun kadang kita kecewa dengan hal tersebut. Pelayanan oleh pihak kampus sering kali hanya menjadi sebuah rutinitas kerja para pegawai yang seharusnya melayani dengan baik demi kepentingan semua kalangan mahasiswa. Sebagai contoh terkecil universitas salah satunya layanan terhadap mahasiswa di pihak fakultas. Di situ kita bisa melihat betapa buruknya sebuah kinerja layanan yang jauh dari harapan. Mereka memandang sebuah jabatan ataupun bagian kerja adalah sebuah rutinitas, melayani kebutuhan mahasiswa tanpa adanya profesionalisme ataupun service yang baik, bahkan jauh dari harapan mahasiswa sebagai customer mereka.
Seperti kita ketahui, birokrasi kemahasiswaan di tingkat universitas dan fakultas adalah elemen kampus yang bertanggung jawab membantu mahasiswa menyelesaikan permasalahan-permasalahan yang meliputi pelayanan akademik, keperpustakaan, kebirokratan, kemahasiswaan dan pelayanan administrasi. Jika dilihat dalam lingkup perusahaan, pelayan atau dengan kata lain pemberi layanan disebut customer service. Tuntutan mahasiswa terhadap pelayanan di kampus yang belum berjalan dengan semestinya kadang mendapatkan respons yang kurang baik dari pihak birokrasi. Bagi sebagian mahasiswa yang tidak mempunyai keberanian untuk mengkritik maupun meminta haknya hanya bisa mengeluh pasrah tanpa perlawanan. Bagaimana negara ini bisa maju dan baik kalau orang-orang yang berada pada posisi penting saja seperti itu?
. Memang tidak semua orang yang berada dalam tataran birokrasi memberikan pelayanan yang buruk, hanya beberapa orang saja yang kurang  bertanggung jawab dalam menjalankan perannya. Imbas dari kurang maksimalnya kinerja birokrasi tersebut mengakibatkan kurang harmonisnya hubungan antara mahasiswa dan birokrasi, sehingga muncul justifikasi negatif terhadap birokrasi sendiri. Apabila dituliskan suatu perumpamaan yang bisa menggambarkan keadaan tersebut adalah “Tidak akan kokoh suatu bangunan jika elemen-elemen penyusunnya tidak saling menguatkan.” Yang dimaksud elemen-elemen penyusun bangunan adalah seluruh masyarakat yang berada dalam suatu kampus yaitu terdiri dari mahasiswa dan birokrasi.
Selama saya menjadi mahasiswa di Universitas Sumatera Utara tepatnya di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, banyak mahasiswa yang mengeluhkan tentang pelayanan yang diberikan oleh birokrasi kampus. Seperti yang pernah dituturkan oleh seorang mahasiswa ketika mengurus surat izin yang akan digunakan untuk kegiatan mahasiswa, “Birokrasi kok susah kali, wir. Mau minta surat izin saja dipersulit, lambat dalam pelayanan, waktu yang bisa digunakan untuk melayani mahasiswa malah digunakan untuk ngobrol, jadinya kita menunggu lama. Hal tersebutlah yang mendasari mahasiswa Universitas Sumatera Utara khususnya di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik merasa kecewa disaat hendak mengurus sebuah urusan kemahasiswaan harus bersusah payah untuk mendapatkannya. Berbagai alasan terlontar yang diterima mahasiswa disaat akan mendapatkannya, mulai dari jam kerja yang molor, bahkan setiap hari pasti ada yang tidak masuk karena alasan yang tidak jelas hingga tata cara kerja yang seolah-olah tidak adanya target dan administratif yang tidak baik menjadikan semua permasalahan harus ditanggung oleh mahasiswa yang mau tidak mau harus menyerah kepada mereka, padahal mahasiswa sudah meluangkan waktu dan memenuhi segala persyaratan. Sungguh ironis disaat mahasiswa harus mendapatkan hak sebagai mahasiswa namun tidak ada pelayanan yang baik, sedangkan mahasiswa sudah memenuhi kewajiban sebagai mahasiswa, mulai dari membayar uang kuliah, dan berbagai bentuk kewajiban lainnya. Dari sini jelas tidak adanya keseimbangan antara hak dan kewajiban.
Seharusnya pihak kampus sudah sadar sepenuhnya arti pelayanan bagi mahasiswa, mulai dari hal-hal yang kecil hingga besar dimana sudah seharusnya mereka berorientasi pada the real service.( pelayanan yang sesungguhnya ).
Memang tidak ada bukti bahwa mahasiswa yang tamat dari kampus dengan sistem pelayanan yang baik, akan menjadi pelayan publik yang baik pula. Tetapi setidaknya pihak kampus berkontribusi untuk menciptakan suasana pelayanan publik yang baik. Dengan ’mengalami’ sendiri, diharapkan mahasiswa yang memiliki jiwa pelayan, semangat mengabdi dapat memberi makna yang berarti bagi dunia kerjanya nanti.
Mendidik calon-calon pelayan publik memang tidak mudah. Akan tetapi menciptakan pelayan-pelayan publik yang berkualitas, juga bukan hal yang mustahil. Bagaimana kalau kita memulainya dari kampus.
Kampus merupakan tempat yang sangat baik dan efektif untuk memberikan praktek langsung dan pengalaman tentang pelayanan publik yang baik. Saat ini sudah banyak kampus yang menyediakan berbagai kemudahan seperti kegiatan academic computing dan collaboration yang berkaitan dengan Tridharma Perguruan Tinggi, Sistem Automasi Perpustakaan, penyediaan materi perkuliahan online, serta bimbingan dan konseling mahasiswa. Ini bentuk-bentuk penyediaan layanan yang memudahkan, bukan mempersulit.
Nah, kalau pelayan publik sudah baik, mahasiswa selaku maha yang dilayani, juga harus taat aturan. Jangan sampai sang maha yang tidak taat aturan, lalu menggoda si pelayan untuk berbuat curang.  Jadi terkadang tidak selalu masalah di pihak pelayan dalam birokrasi, tetapi juga di pihak yang dilayani. Rendahnya kualitas pelayanan publik direspon pemerintah dengan berbagai cara. Salah satunya dengan reformasi birokrasi yang gencar digalakkan belakangan ini. Alangkah baiknya bila upaya tersebut didukung dengan dengan mereformasi sistem pelayanan mahasiswa di kampus-kampus Indonesia khususnya di Universitas Sumatera Utara. Semoga kita layak mengharapkan abdi masyarakat yang lebih berkualitas dimasa depan.

-  HIDUP MAHASISWA -